Hukum Bisnis

person holding pencil near laptop computer

Pentingnya Pengakuan Piutang dan Pengukuran Piutang Secara Akuntansi Dalam Perkara Pailit

Pada pasal 2 ayat (1) UUK 2004 yang berbunyi: “Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya”. Dari pasal tersebut dapat diketahui syarat untuk mengajukan debitur sebagai debitur pailit yaitu: Debitur mempunyai dua atau lebih kreditur; Debitur tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Dalam praktek bisnis, bisa jadi tidak dilakukan pembuatan kontrak, sehingga tidak jelas kapan terjadi piutang dan nilai atau ukuran piutang berapa. Sebagai solusi apabila tidak dibuat kontrak tentang piutang, maka pencatatan akuntansi dapat diajukan sebagai dasar kepailitan. Untuk itu butuh diperhatikan hal hal sebagai berikut : Pengakuan Akuntansi Dalam Pailit. Bagi kreditur dalam perkara pailit, apabila tidak mengatur dalam sebuah kontrak, maka pendapatan piutang harus diakui dalam akuntansinya, karena pengakuan akan menentukan kapan terjadi piutang dan kapan jatuh tempo pembayaran. Dalam prinsip akuntansi pengakuan pendapatan, diketahui bahwa pendapatan adalah hasil penjualan barang atau jasa. Pendapatan ini yang akan mendapatkan harta. Aliran harta tersebut harus selalu dihitung setiap jangka waktu tertentu. Prinsip pengakuan pendapatan membuat kita harus “mengakui” uang yang masuk tersebut sebagai penghasilan/pendapatan baik secara tunai maupun secara piutang. Misalnya, selama satu bulan Anda berhasil menjual baju sampai memperoleh Rp 4 juta yang Rp 2 juta tunai, yang Rp 2 juta kredit. Nah, uang tersebut harus diakui sebagai hasil dari pendapatan secara tunai Rp. 2 juta dan kredit Rp 2 juta. Dan yang 2 juta secara kredit yang menjadikan kreditur mengakui sebagai pendapatan piutang, serta debitur sebagai hutang pembelian, akan menjadi dasar dalam permohonan pailit. Pengukuran Akuntansi Dalam Pailit. Pengukuran adalah penilaian dalam bentuk uang terhadap obyek dalam akuntansi sesuai dengan ketentuan. Pengukuran dalam perkara pailit terdapat dalam pengukuran pendapatan bagi kreditur, bagaimana kreditur mengukur pendapatan atas penjualan kredit yang menjadi piutang. Apakah hanya pokok barang atau jasa yang dijual, atau biaya biaya lain yang dapat dibebankan dan menjadi satu kesatuan pengukuran atas barang atau jasa yang dijual secara kredit. Hal ini akan menentukan nilai barang yang menjadi piutang bagi kreditur dan hutang bagi debitur. Oleh sebab itu pengakuan dan pengukuran dalam akuntansi sangat menentukan sebagai dasar gugatan pailit apabila transaksi tidak dituangkan dalam sebuah kontrak transaksi. ( Advokat Supriadi Asia ).  

Pentingnya Pengakuan Piutang dan Pengukuran Piutang Secara Akuntansi Dalam Perkara Pailit Read More »

Pengakuan Piutang Secara Akuntansi Dan Pengakuan Piutang Secara Hukum.

Perkara piutang merupakan perkara penting dalam perusahaan, karena selain berdampak pada perkara perdata baik dalam bentuk perbuatan melawan hukum, juga dalam bentuk wanprestasi yang selanjutnya berdampak dalam perkara pailit. Oleh sebab itu untuk mendasari penyelesaian sengketa butuh dipahami pengakuan piutang berdasarkan akuntansi dan pengakuan berdasarkan hukum / kontrak. Pengakuan Piutang Berdasarkan Hukum. Bahwa piutang diakui secara hukum pada saat penandatanganan kontrak, klausula yang terkait dengan piutang bisa jadi diakusi sebagai piutang dan bisa digunakan sebagai dasar menlakukan gugatan perdata, bahkan pailit. Padahal secara akuntansi belum diterima penyerahan barang atau uang. Contoh piutang diakui secara hukum adalah ketika terjadi suatu kontrak bahwa pembeli bisa melakukan purchase order ( pemesanan pembelian ), tetapi kreditur atau penjual tidak mampu menyelesaikan pesanan dari pembeli, sehingga pembeli mengalami kerugian atas tidak dilaksanakan pemesanan tersebut. Maka secara hukum dapat diakui bahwa penjual tidak mampu melakukan kewajiban memenuhi pesanan, sehingga apa yang dilakukan oleh penjual bisa dikatakan wanprestasi dan mengakibatkan piutang senilai apa yang dioreder dan diatur dalam perjanjian. Pengakuan Piutang Dalam Akuntansi. Pengakuan piutang berdasarkan akuntansi berbeda dengan pengakuan berdasarkan hukum atau kontrak. Pengakuan berdasarkan hukum, suatu piutang bisa diakui pada saat penandatanganan kontrak, secara akuntansi semua utang piutang yang telah dicatat di dalam laporan keuangan perusahaan tersebut adalah benar-benar utang dan piutang perusahaan tersebut. Klaim perusahaan atas aset perusahaan lain sesuai defenisi piutang dalam PSAK 55 tertera secara langsung dalam laporan keuangan. Jadi pada intinya pengakuan piutang dalam akuntansi ketika terjadi transaksi dan telah dijurnal serta masuk dalam laporan keuangan. Perbedaan Mendasar Pengkuan Piutang Dalam Akuntansi Dan Hukum. Perbedaan mendasar pengakuan akuntansi piutang dalam akuntansi dan hukum adalah pengakuan piutang akuntansi terjadi pada saat terjadi transaksi dan dijurnal sebagai piutang. Tetapi pengakuan piutang dalam hukum bisa terjadi saat penandatanganan kontrak yang mengakibatkan hak dan kewajiban serta kerugian yang harus dibayar apabila tidak dilaksanakan. Contoh Perkara Piutang Berdasarkan Akuntansi Dan Berdasarkan Hukum. Diajukannya permohonan pailit PT Telosel Oleh PT Prima Lo Informatika yang dikarenakan PT Telosel tidak memenuhi Purchase Order PT Prima Lo Informatika, sehingga tidak bisanya memenuhi order tersebut, secara hukum oleh PT Prima Lo Informatika diakui sebagai Piutang. Tetapi secara akuntansi belum ada pembayaran kepada PT Telosel, sehingga secara akuntansi tidak bisa diakui sebagai piutang PT Prima Lo Informatika dan hutang bagi PT Telosel. Bagaimana pendapat anda ketika terjadi perkara yang mengandung perbedaan antara pengakuan piutang secara hukum dan piutang secara akuntansi, mari kita diskusikan dalam komentar. ( Advokat Supriadi Asia ).

Pengakuan Piutang Secara Akuntansi Dan Pengakuan Piutang Secara Hukum. Read More »

person holding pencil near laptop computer

Perbedaan Revenue Share Dan Profit Share Dalam Perjanjian Kerjasama Usaha.

Dalam mendampingi dan mewakili klien untuk kerjasama usaha butuh kita perjelas bagaimana pembagian hasil usaha dari kerjasama. Apakah dalam bentuk revenue share atau profit share, agar ada kepastian dan peritmbangan manajemen yang matang, skema apa yang digunakan dalam mengikatkan diri dalam kerjasama modal / usaha. Revenue Share Revenue share adalah sistem bagi pendapatan dalam suatu usaha atau unit usaha, dengan demikian setiap pendapatan yang diperoleh dari usaha maka akan dibagi prosentasenya. Setiap uang masuk dari penjualan atau pendapatan, maka dibagi sesuai dengan presentasi yang dibagikan. Profit Share Profit Share adalah sistem bagi laba, artinya dibagi setelah pendapatan dikurangi biaya dan menjadi laba bersih yang akan dibagi sesuai dengan prosentasenya. Dengan demikian pihak akan mendapatkan profit setelah akhir tahun atau tutup buku dan menghasilkan laporan labag rugi bersih yang akan dibagi kepada para pihak yang menjalin kerjasama. Kapan sebaiknya menggunakan revenue share ? Revenue share dapat digunakan ketika perusahaan masih awal / start up tetapi sudah mampu menghasilkan penjualan yang bagus, dengan demikian akan mudah untuk menarik investor untuk membiaya dan membagi hasil penjualan kotornya. Kapan sebaiknya menggunakan profit share ? Profit share digunakan apabila perusahaan sudah mampu membukukan laba, dan rasio proritabilitasnya layak untuk di investasi. Artinya sudah memiliki laporan keuangan yang mampu membukukan laba. Dalam kontrak bisnis kerjasama dibutuhkan analisa manakah yang cocok suatu usaha menggunakan skema revenue share atau profit share. ( Advokat Supriadi Asia | 085645524839 ).

Perbedaan Revenue Share Dan Profit Share Dalam Perjanjian Kerjasama Usaha. Read More »

Scroll to Top